Seperti yang diilhami oleh Bung Karno, kekuasaan dan kekuatan politik Jokowi mengenai masa depan, dapat meninggalkan legasi politik dan membangun pondasi yang kuat menuju 100 tahun Indonesia merdeka.
Meskipun menyandang sebagai Presiden RI ke-7, namun Joko Widodo bukan lulusan Sarjana Ilmu Politik, melainkan Sarjana Kehutanan. Meskipun begitu, bukan berarti ia tidak paham seluk-beluk belantara politik di Indonesia.
Walaupun dalam konteks akademik tidak diajarkan disiplin ilmu pertahanan dan keamanan, namun ia bisa menerapkan taktik dan strategi bergerilya dalam menghadapi kekuatan yang lebih besar.
Dalam kata lain, Jokowi yang dikenal sebagai “wong cilik“, melalui strategi “blusukan“-nya, dapat mengalahkan orang-orang yang jauh lebih kuat. Akan tetapi, apakah ia benar-benar memiliki kekuatan politik yang sangat besar?
Kekuatan Politik Jokowi Yang Sebenarnya
Melansir penjelasan dari platform Mediaindonesia.com, PAKAR politik Universitas Muhammadiyah Yogyakarta Ridho Al Hamdi memberikan penilaian terkait pernyataan Jokowi tentang data intelijen partai politik merupakan dua hal yang ditunjukkan.
Yang pertama dikatakan sebagai sebuah kewajaran karena ia sudah menjadi presiden selama dua periode. Namun untuk yang kedua, itu sebenarnya merupakan sikap untuk menunjukkan bagaimana sejatinya kekuatan politik Jokowi terhadap partai politik yang nantinya akan berkompetisi menghadapi pemilu yang akan datang.
Dalam pernyataan tersebut juga dapat dimaknai sebagai pengingat peran dan juga kekuatan yang memang dimiliki Jokowi terhadap partai politik yang berseberangan dengannya, sehingga dapat menimbulkan konflik.
Selain itu, kekuatan politik Jokowi bahkan dinilai bisa menjadi pemimpin “orkestra” dalam Pemilu 2024 mendatang. Hal ini terjadi karena ia berhasil mengorkestrasikan dua kubu di Pilpres 2024, yaitu Ganjar Pranowo dan Prabowo Subianto.
Selain itu, Direktur Eksekutif Senopati Syndicate Robi Sugara dalam konferensi pers mengatakan bahwa ada tiga poin yang membuat banyak pihaknya menyimpulkan bahwa kekuatan politik Jokowi lah yang akan menjadi orkestra Pemilu 2024.
1. Jokowi Menjadi “Stabilisator”
Robi mengungkapkan bahwa Jokowi akan menjadi stabilisator di Pemilu yang akan digelar. Pasalnya, toko ini mampu membuat stabil dua kekuatan politik di Pilpres, yakni Ganjar Pranowo dan Prabowo Subianto.
Selain itu, kubu Ganjar dan Prabowo diketahui saling memuji kinerja Presiden Jokowi dalam sembilan tahun belakangan ini. Bahkan tidak ditemukannya sentimen negatif dari kedua kubu tersebut, kecuali saling memuji kinerja Jokowi.
2. Jokowi Memiliki 2 Legasi untuk Pemilu 2024
Lanjut Robi, Jokowi diketahui memiliki dua legasi atau warisan besar untuk Pemilu 2024. Yang pertama yaitu kepuasan publik atas kinerja pemerintahannya yang sangat tinggi, dan yang kedua memiliki relawan yang loyal dan militan.
Kekuatan politik Jokowi menghasilkan relawan yang menyebut dirinya sebagai pendukung keras, seperti BaraJP, Projo, Duta Jokowi, Kornas Jokowi, serta relawan Jokowi lainnya.
Para relawan tersebut memiliki narasi garis keras, yaitu setia dan akan selalu tegak lurus bersama Jokowi. Tentu saja, relawan seperti itu tidak ditemukan pada ujung kepemimpinan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).
3. Jokowi Mampu Mengkonsolidasi Kekuatan Internal Pemerintahan
Yang terakhir dari Robi, Presiden Jokowi mampu mengkonsolidasi kekuatan internal pemerintahan, khususnya pada kekuatan TNI-Polri dalam satu barisan yang kuat, untuk tetap loyal pada kepentingan bangsa dan negara Indonesia. Selain itu, Jokowi juga dinilai mampu menjaga TNI-Polri tetap netral sampai Pemilu 2024 nanti.
Apalagi, masing-masing kubu Capres saat ini sedang mengadakan road show, yang mana mempengaruhi kekuatan TNI-Polri untuk tetap mendukung kubunya. Untuk itu, Jokowi berperan sebagai stabilisator agar TNI-Polri tidak akan terpecah-belah dalam kontestasi Pemilu 2024.
Tiket Istimewa untuk Jokowi dan Keluarga
Dengan adanya peran penting dan legasi yang dihasilkannya, Peneliti Formappi Lucius Karus menilai bahwa kekuatan politik Jokowi sebagai presiden selama 9 tahun ini tidak hanya sekadar sebagai petugas partai saja, tetapi juga memainkan perannya sebagai politikus. Bahkan ia dapat mengendalikan yang paling kuat sekalipun.
Jokowi terlihat sedang menanamkan pengaruh keluarganya di dunia politik Indonesia. Tentu saja, caranya adalah dengan membangun sebuah dinasti politik melalui penempatan anak-anaknya di jabatan publik jelang lengsernya ia dari jabatan sebagai Presiden.
Lucius menambahkan bahwa sulit beranggapan jika pengaruh kekuatan politik Jokowi tidak ikut-ikutan dalam pertimbangan anak-anaknya mengambil langkah menjadi Kepala Daerah atau Ketum Parpol selama ini.
Meskipun begitu, Lucius menganggap bahwa kondisi ini sebenarnya cukup wajar di dalam dunia politik. Pasalnya, Jokowi nantinya tidak lagi memegang jabatan kekuasaan tertinggi setelah lengser menjadi Presiden RI.
Jokowi sendiri tampaknya tidak ambil pusing dengan opini publik yang menyebut dirinya mendapatkan “tiket istimewa” untuk membangun dinasti. Ia hanya tertawa mendengar dan menyerahkan opini tersebut ke publik ketika nama anak keduanya, Gibran Rakabuming disebut menjadi bakal cawapres pendamping Prabowo Subianto.
Melemahkan Oposisi dan Mengendalikan Koalisi
Tidak hanya membangun kekuatan politik Jokowi, ia juga mampu mengalahkan konsolidasi kekuatan koalisi Parpol dalam eksekutif dan legislatif. Hal ini dapat dilihat dari perhitungan mayoritas Parpol yang menduduki kursi DPR untuk mendukung pemerintahan Jokowi di periode 2019 sampai 2024. Parpol yang berada dalam koalisi tersebut, yakni PDIP, Golkar, Gerindra, PKB, Nasdem, PPP, dan PAN.
Setiap Parpol turut menyumbangkan kadernya untuk mengisi kursi menteri di pemerintahan Jokowi. Hanya PKS dan Demokrat saja lah yang saat ini memiliki berada di luar pemerintahan.
Jumlah Parpol pendukung pemerintahan Jokowi yang menduduki kursi di parlemen saat ini pun mengalami perkembangan ketimbang periode pertama di kepemimpinannya.
Pada periode sebelumnya, Jokowi didukung oleh PDIP, PKB, Hanura, Golkar, Nasdem, dan PPP. Sementara itu, PAN, Gerindra, PKS, dan Demokrat memilih berada di luar pemerintahannya. Adanya mayoritas Parpol yang berada di koalisi pemerintahan mempengaruhi fungsi pengawasan di DPR menjadi lemah.
Orang Terkuat Sebenarnya…
Dari kekuatan politik Jokowi, ada gelagat bahwa ia berbeda dukungan capres dengan PDIP di Pilpres 2024. Walaupun belum menunjukkan sikap tegasnya, namun rentetan peristiwa politik akhir-akhir ini semakin menguatkan dugaan tersebut.
Terlebih, putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang mengizinkan gugatan terkait syarat capres dan cawapres dari unsur Kepala Daerah bisa memuluskan perbedaan dukungan antara Jokowi dengan PDIP.
Hal ini dikarenakan putusan MK dinilai membuka pintu bagi Gibran Rakabuming untuk maju sebagai cawapres Prabowo Subianto. Dua partai Koalisi Indonesia Maju (KIM), Partai Gerindra, serta Golkar sudah membuka pintu bagi Gibran.
Namun di satu sisi, PDIP sudah memberikan dukungannya kepada pasangan Ganjar Pranowo dengan Mahfud MD, yang juga diikuti dukungan dari Parpol PPP, Perindo, dan Hanura.
Tidak berhenti di situ saja, kekuatan politik Jokowi dicap sebagai “The Real King Maker“, karena ia masih akan memegang instrumen kekuasaan di Pilpres 2024. Jokowi ingin mempercepat semuanya dan ingin semua di atas kendali dirinya. Dengan legasi yang dimilikinya, Jokowi mampu mengarahkan relawan militannya kepada siapa ia berpihak di kompetisi perebutan jabatan Presiden selanjutnya.
Baca Juga: Kisah Perjuangan RA. Kartini, Pahlawan Emansipasi Wanita Indonesia