Sejarah Ratu Shima tercatat dalam sumber-sumber Tiongkok. Ia adalah orang yang sempat memimpin kerajaan tertua di Jawa tengah. Di sini akan kami ulas sejarah, fakta, dan mitos yang banyak diperbincangkan tentang dirinya.
Fakta & Sejarah Ratu Shima
Zaman dahulu kala, hiduplah seorang ratu yang berwibawa dan tegas dalam memerintah negerinya. Hingga saat ini, namanya masih tetap diingat. Saking tegasnya sang ratu, konon barang yang jatuh saja tidak ada yang berani mengambilnya. Ya, ia adalah Ratu Shima.
Suatu hari ia pernah diuji oleh Raja Da-Zi. Raja tersebut menaruh sejumlah uang di dalam tas, lalu mengirimnya kepada Shima. Tujuannya untuk menguji ketegasannya yang selama ini menjadi buah bibir. Kemudian diletakkanlah tas berisi uang tersebut di perbatasan negara sang ratu.
Masyarakat yang melintas di perbatasan banyak yang melihat tas tersebut. Namun, tidak ada satu pun yang berani menyentuhnya. Mereka hanya melewati perbatasan dan membiarkan tas tersebut tergeletak. Bahkan dikabarkan tas tersebut ada di sana selama tiga tahun.
Hingga pada suatu hari, ada seorang putra mahkota yang tidak sengaja menyentuhnya. Sang ratu pun marah. Bahkan, ia berniat membunuh putranya itu. Namun untungnya, niatnya berhasil dicegah oleh para menterinya. Meski demikian, sang ratu tetap menghukumnya dengan memotong kakinya.
Sikapnya tersebut membuat banyak orang segan terhadapnya. Ketegasannya benar-benar tidak diragukan lagi. Hingga akhirnya, Raja Da-Zi pun takut kepadanya. Bahkan, ia tidak berani menyerang negara sang ratu.
Silsilah Ratu Shima
Shima putri Hyang Syailendra Putra Santanu, atau Shima, merupakan istri Raja Kalingga Kartikeyasinga. Ayah Raja Kartikeyasinga merupakan Raja Kalingga pada tahun 632-648 M. Raja Kartikeyasinga lahir dari seorang Ibu yang berasal dari Kerajayaan Melayu Sribuja. Sementara Shima merupakan putri dari seorang pendeta di daerah Sriwijaya.
Shima lahir pada tahun 611 M. Tempat ia lahir adalah Musi Banyuasin, Sumatra Selatan. Lalu ia diboyong oleh suaminya tinggal di daerah Adi Hyang, atau yang saat ini dikenal dengan Dieng. Perkawinan mereka melahirkan dua orang anak. Yang satu bernama Parwati, dan satunya Narayana.
Shima dikenal sebagai seorang perempuan yang taat pada agamanya. Ia adalah seorang perempuan beragama Hindu.
Setelah Raja Kartikeyasinga meninggal pada 674 Masehi, ia pun melanjutkan peran suaminya. Ia kemudian menjadi penguasa Kalingga yang baru. Saat itu, sang ratu naik tahta karena kedua anaknya, Parwati dan Narayana ( Iswara) masih kecil.
Para sejarawan sempat mengalami perdebatan tentang lokasi Kerajaan Kalingga. Pasalnya, Shima sempat tinggal di kawasan Adi Hyang, Dieng. Hingga saat ini, tempat tersebut masih terdapat candi-candi bercorak Hindu. Dari sanalah awal perdebatan tentang lokasi kerajaan tersebut. Meski demikian, dugaan terkuat letak kerajaan tetap di Jepara.
Puncak Keemasan Kerajaan Kalingga di Tangan Sang Ratu
Semasa sang ratu berkuasa, Kerajaan Kalingga berhasil meraih puncak keemasannya. Kalingga pada waktu itu memiliki pelabuhan yang dijadikan sebagai pusat perdagangan. Pelabuhannya bahkan yang paling sibuk di Jawa pada masa itu. Bahkan, pelabuhan tersebut sering juga dijadikan tempat pertemuan dari berbagai bangsa.
Kerajaan Kalingga sukses mengambil alih tempat dagang teramai yang kala itu dikuasai oleh Kerajaan Tarumanegara. Letaknya berada di pesisir utara Jawa bagian Barat. Kalingga bahkan sukses menjalin kerjasama dengan kekaisaran Cina sejak abad ke-5 Masehi.
Selain berhasil di sektor perdagangan, Kalingga pun berhasil dalam menaikan taraf perekonomian dan kehidupan masyarakat. Selain itu, ditunjang juga dengan berbagai aspek lain yang juga tak kalah maju. Sektor pertanian pun pada saat itu tidak luput juga terkena dampak kemajuan dari Kerajaan Kalingga.
Kabarnya, saat itu sang ratu menggunakan sistem yang cerdas. Yaitu sistem pengairan subak, yang diterapkan juga oleh petani Hindu yang ada di daerah Bali. Menurut Jurnal Institut Seni Indonesia, penduduk Kerajaan Kalingga pada masa itu dikenal sangat terampil dalam kerajinan tangan. Misalnya seperti membuat perahu atau kapal, pertukangan, membangun rumah, dan lainnya.
Ratu Shima berhasil memerintah Kerajaan Kalingga selama kurang lebih 21 tahun. Pada masa dirinya berkuasa, Kalingga sukses menjadi satu-satunya kerajaan besar di Jawa Bagian Tengah saat itu. Kerajaan Kalingga juga disebut sebagai penguasa pesisir Pantai Utara. Sang ratu merupakan sosok yang mengayomi dan adil terhadap perbedaan agama di Kerajaannya. Pemeluk agama lain, seperti Budha, dan orang-orang beragama Islam, hidup berdampingan dengan rukun, harmonis, saling menghormati dan menghargai perbedaan.
Hubungan Sang Ratu dengan Bangsa Asing
Selama dirinya memerintah, Shima berhasil menjalin kontak dengan banyak orang asing. Hal tersebut dapat dilihat dari peninggalan dari zaman Kerajaan Kalingga.Selama ia menjadi ratu, ia berhasil menjalin kontak keamanan dan perdagangan dengan bangsa asing.
Beberapa bangsa yang disinyalir pernah melakukan kontak, di antaranya seperti orang-orang Arab, Persia, dan Gujarat. Ada juga bukti bahwa sang ratu juga melakukan kontak dengan Cina. Hal tersebut tergambar di dalam sebuah cerita I-Tsing, dan Dinasti Tang.
Hubungan antara Kalingga dengan orang-orang Arab beragama Islam terjadi sekitar tahun 651 M, atau 30 Hijriyah. Khalifah Utsman bin Affan pada saat itu pernah mengirim utusannya ke Daratan Cina. Misi kedatangannya yaitu untuk mengenalkan Agama Islam. Kejadian tersebut terjadi setelah 20 tahun wafatnya Nabi Muhammad SAW. Selain ke Cina, utusannya juga singgah ke tanah air.
Khalifah Utsman bin Affan pun pernah mengutus delagasi untuk datang ke tanah Jawa, tepatnya Jepara, yang saat itu masih Kalingga. Kunjungannya pun sukses membuahkan hasil. Raja Jay Sima, Putra dari sang ratu Kalingga, akhirnya memeluk Agama Islam.
Selanjutnya, kalangan bangsawan Jawa yang juga masuk Islam adalah pangeran Tarumanegara, yaitu Rakeyan Sancang. Saat itu, Rakeyan Sancang hidup pada masa khalifah Ali Bin Abi Thalib. Atau sekitar pada tahun 656-661 M.
Kontak perdagangan dan keagamaan ini wajar terjadi bagi Kalingga. Karena, kerajaan tersebut terletak di Pantai Utara Jepara. Adanya kontak tersebut membuat sang ratu bisa meraup banyak keuntungan, maupun informasi dari luar.
Peninggalan Kerajaan Kalingga
Di tangan sang ratu, Kalingga menjadi salah satu kerajaan besar dan diperhitungkan. Layaknya kerajaan yang penduduknya memeluk agama Hindu-Budha, Kalingga pun memiliki banyak peninggalan bersejarah. Apalagi pada masa kejayaannya, kerajaan ini menjadi pusat kebudayaan Budha Hinayana.
Peninggalannya dikenal dengan 2 prasasti, situs bersejarah dan candi. Selengkapnya akan kami ulas di bawah ini:
-
Prasasti Peninggalan Kalingga
Ada 2 prasasti yang ditemukan sekitar pesisir Pantai Utara pulau Jawa. Prasasti tersebut dipercaya sebagai peninggalan dari Kerajaan Kalingga pada masa sang ratu. Hingga saat ini, prasasti tersebut menjadi bukti sejarah kemasyhuran kerajaan tersebut. Sekaligus fakta sejarah bahwa kerajaan tersebut pernah berdiri.
Prasasti pertama dikenal dengan sebutan Prasasti Tukmas. Prasasti ini ditemukan di lereng bagian barat Gunung Merapi. Atau, tepatnya di Dusun Dakawu, Desa Lebak, Kecamatan Grabak, Magelang. Prasasti ini bertuliskan huruf Pallawa. Isi tulisannya menjelaskan terkait adanya mata air jernih dan bersih bagaikan sungai Gangga yang ada di India waktu itu. Isi Prasasti juga menjelaskan adanya alat-alat ritual upacara agama Hindu berupa; Cakra, Trisula, dan Empat Bunga Padma ( Lotus).
Prasasti kedua dikenal dengan nama Prasasti Sojomerto. Peninggalan ini ditemukan di Desa Sojomerto, Kec Reban, Kab Batang, Jawa Tengah. Dalam prasasti terdapat ukiran aksara Kawi dan bahasa Melayu Kuno. Isi tulisan menceritakan silsilah keluarga dari tokoh utama, yakni Dapunta. Keturunannya, kelak disinyalir sebagai cikal bakal raja Mataram Hindu.
-
Candi & Situs Bersejarah
Peninggalan bersejarah lain yaitu adanya sebuah Candi dan situs bersejarah. Candi dan situs bersejarah ini, keduanya ditemukan di Puncak Gunung Muria. Jaraknya bahkan sangat berdekatan. Letaknya pun ditemukan tersebar dari bawah hingga mendekati puncak gunung.
Candi yang pertama dikenal dengan sebutan Candi Angin. Bangunan bersejarah ini ditemukan di Desa Tempur, Kec Keling, Kab Jepara. Sedangkan candi kedua dikenal dengan sebutan Candi Bubrah yang letaknya sama-sama di Desa Tempur.
Sementara itu, situsnya dikenal dengan sebutan Situs Puncak Sanga Likur. Letaknya berada dekat dengan Kecamatan Keling, atau tepatnya di Puncak Rahwatu, Gunung Muria. Di kawasan gunung ini pun terdapat 4 buah arca dari batu. Arca tersebut seperti Arca Batara Guru, Wisnu, Narada, dan Tagog.
Legenda Ngidam Ratu Shima dan Desa Kecapi
Ngidam adalah hal yang sering terjadi pada wanita hamil. Siapa pun yang pernah hamil, pasti pernah merasakannya. Begitu juga dengan sang ratu. Namun, ngidamnya sang ratu menjadi legenda yang sering diceritakan oleh masyarakat.
Saat itu, Shima tengah mengandung tujuh bulan. Ia pun mengalami fase di mana dirinya menginginkan suatu hal. Hal yang diinginkannya saat itu adalah buah kecapi. Buah yang rasanya, manis- asam dan segar. Ia sangat menginginkannya, dan ingin sekali memetiknya. Keinginannya untuk memetik buah kecapi sendiri pun dilakukannya. Ia mencarinya sendiri tanpa mengutus punggawanya.
Alasan ia tidak mengutus punggawanya sangat sederhana. Ia tidak ingin buah kecapinya sudah tidak segar lagi jika diambilkan oleh punggawanya. Dalam pikirannya, ia ingin memetik dan langsung memakannya.
Ia pun kemudian pergi mencari dengan ditemani oleh beberapa punggawa. Setelah berjalan cukup jauh, ia belum kunjung menemukannya. Perjalanannya dimulai dari wilayah bernama Keling, sang ratu dan rombongan terus berjalan ke arah barat. Setengah hari lamanya mereka belum juga mendapatkan buah yang diidamkan.
Setelah melewati beberapa desa, tibalah mereka di suatu tempat yang ditumbuhi pohon Rembulung. Sang ratu pun kemudian beristirahat dengan para punggawanya di tempat tersebut. Tempat tersebut dikenal dengan Desa Bulungan.
Setelah rasa lelah hilang, dan keringat pun mengering, mereka melanjutkan perjalanannya. Para rombongan kemudian berjalan ke arah Selatan. Setelah perjalanan jauh dan melelahkan, kemudian mereka berhasil menemukannya. Hingga akhirnya, Desa Bulungan saat ini dinamakan Desa Kecapi.
Ratu Shima Dalam Catatan Dinasti Tang (Tiongkok)
Dalam catatan Dinasti Tang (Tiongkok), Kerajaan Kalingga dikenal dengan sebutan Kerajaan Ho-ling. Dalam catatan, sang ratu naik tahta pada sekitar tahun 674 Masehi. Tapi sayangnya, tidak banyak sumber sejarah yang menyebutkan letaknya.
Seorang Arkeolog, Agus Aris Munandar, selama masa sejarah hingga tahun 700 Masehi, sejarah Indonesia bersumber dari Tiongkok. Kebanyakan mereka merupakan duta raja-raja kepulauan dari Selatan yang selalu memberi upeti pada para Kaisar.
Menurut catatan Tiongkok, Kerajaan Ho-ling di Jawa ada pada sekitar abad yang sama pada saat berdirinya Kerajaan Tarumanegara. Penyebutan Ho-ling sendiri sering juga disamakan dengan Cho-Po, atau She-Po, yang artinya Jawa.
Menurut penjelasan Sejarah Lama Dinasti Tang, Kerajaan Ho-ling disebut berada di sebuah pulau yang terletak di Samudra Selatan. Letaknya ada di sebelah timur Sumatra dan berada di sebelah barat Pulau Bali.
Penduduk Kerajaan Ho-ling membuat pertahanan yang terbuat dari kayu. Bangunan kerajaan dikelilingi tembok terbuat dari tonggak kayu, bangunannya beratap dari daun Palem. Singgasana sang ratu terbuat dari Gading, balai-balainya dilapisi tikar yang terbuat dari kulit bambu.
Penduduknya Ho-Ling saat itu sudah memiliki keahlian membuat minuman dari bunga kelapa, penghasilan lain dari kerajaan ini diantaranya; emas, perak, kulit penyu, cula badak dan gading gajah. Dalam catatan pun dijelaskan bahwa masyarakat Kerajaan Ho-ling sudah mengenal aksara pada saat itu. Penduduknya pun sudah paham sedikit tentang ilmu astronomi.
Ho-ling disebut sebagai kerajaan yang kaya raya. Di sana terdapat sebuah gua yang airnya keluar sendiri dan mengandung garam. Rajanya tinggal di Kota Jawa, ia juga dibantu oleh sekitar 32 menteri tinggi.
Pada sekitar abad ke-7 Masehi, disebutkan bahwa ada seorang pendeta Budha belajar di Ho-ling. Pendeta tersebut bernama Hui-ning. Ia belajar di Kerajaan Ho-ling selama 3 tahun. Kedatangannya diperkirakan sejak tahun 664 M,dan berakhir pada tahun 667 M. Di sana ia berguru kepada seorang biksu dari Jawa, bernama Jnanabhadra.
Biksu I-Tsing
Seorang biksu asal Tiongkok bernama I-Tsing pun pernah mencatat tentang Kalingga. Ia adalah seorang biksu yang pernah bermukim di Sriwijaya (Sumatra). Diperkirakan kedatangannya pada abad ke-7 M. Ia mencatat bahwa Ho-ling merupakan kerajaan yang memiliki pusat pendidikan dan pengetahuan agama Budha Hinayana.
Pada abad ke-9, negara Ho-ling tidak diketahui lagi beritanya. Karena, pada abad tersebut tidak ada catatan Tiongkok yang mengabarkannya. Menurut Agus, sang arkeolog, tidak adanya berita Ho-ling pada abad tersebut bisa jadi telah bersatu dengan Wangsa Sailendra. Atau, bisa saja Wangsa Sailendra adalah penerusnya.
Kemunduran dan Kehancuran Kalingga
Setiap kerajaan yang sempat meraih masa kejayaan pada masanya pasti akan mengalami kemunduran. Begitu juga dengan Kalingga. Kalingga perlahan mengalami kemunduran setelah lama mencicipi masa keemasan.
Hal tersebut terjadi akibat persaingan dagang antara Ho-ling dan Kerajaan Sriwijaya. Saat itu, Kerajaan Sriwijaya berniat untuk menguasai seluruh perdagangan di daerah pesisir Pantai Utara Jawa.
Sriwijaya yang saat itu semakin gencar, membuat Kalingga kewalahan. Hingga akhirnya dikabarkan mengalami kemunduran akibat serangan Sriwijaya. Kemudian, perlahan Sriwijaya pun berhasil menguasai perdagangannya.
Serangan Kerajaan Sriwijaya berhasil membuat pemerintahan Kijen pindah ke Jawa bagian timur. Kejadian tersebut terjadi tahun 742-755 Masehi. Kejadian tersebut terjadi bersamaan ketika Tarumanegara dan Melayu sudah berhasil ditaklukan oleh Sriwijaya. Pada zamannya, ketiga kerajaan tersebut merupakan saingan terkuat perdagangan Kerajaan Sriwijaya.
Kesimpulan Sejarah Ratu Shima
Ho-ling, atau Kalingga adalah kerajaan bercorak Hindu yang berada di Jawa Tengah. Kerajaan ini mengalami masa keemasan setelah dipimpin oleh Ratu Shima. Berkat ketegasan dan kedisiplinannya, sang ratu berhasil membawanya pada puncak kejayaan.Hal tersebut bahkan membuat kerajaan-kerajaan lain menghormati dan segan terhadap kerajaan dan sang ratu.
Saat dipimpinnya, masyarakatnya makmur dan bahagia. Sang ratu pun selalu memperhatikan perkembangan ekonomi rakyatnya. Shima terus berupaya untuk mengembangkan sektor pertanian, hingga sistem irigasinya. Jiwa kepemimpinannya layak diacungi jempol. Ia pun menjadi ratu yang sering menjadi suri tauladan bagi banyak kerajaan-kerajaan yang ada di Jawa.
Demikian sejarah Ratu Shima dan faktanya. Semoga kisahnya menjadi inspirasi bagi Anda, khususnya kaum perempuan. Ia menjadi bukti bahwa perempuan pun mampu memimpin suatu bangsa hingga mencapai masa keemasan. Kedisiplinan, ketegasan, dan kecerdasannya menjadi sumber inspirasi bagi kita semua.
Ini.Sima real bukan fiksi
Jelas.kisahnya gga kayak roro jongrang
atau dedes arok yg simpang siur