Tradisi Mahar dan Penenun Wanita NTT yang Jarang Diketahui
Photo ilustrasi: Bastel & elghyzel photography – Ethnic Runaway, Episode: Fatukopa Timor Tengah Selatan – NTT
Nusa Tenggara Timur atau NTT tidak hanya terkenal dengan tempat wisata dan budayanya saja. Wanita NTT begitu terkenal dengan keunikannya. Salah satunya terletak pada acara pernikahan yang khas dan karya tenunnya. Seperti daerah-daerah pada umumnya, di NTT pun para lelaki harus melakukan persiapan sebelum pernikahan.
Salah satu persiapan laki-laki untuk menikahi wanita di sanaadalah persiapan mahar. Mahar bagi para lelaki di NTT sangat besar. Bahkan, nilainya bisa mencapai puluhan hingga ratusan juta. Tradisi memberi mahar ini disebut dengan istilah Belis.
Wanita Nusa Tenggara Timur Menjadi Penentu Besarnya Belis
Menikahi wanita NTT, tentu harus tahu adat budayanya. Dalam acara pernikahan di sana, perempuan adalah pihak yang diuntungkan. Karena, pihak wanita yang akan menentukan besarnya mahar atau mas kawin.
Hal ini bisa terjadi karena penduduk pihak pemberi wanita (keluarga laki-laki) dianggap memiliki kedudukannya dibandingkan penerima (keluarga perempuan). Anggapan tersebut lahir karena yang melahirkan generasi penerus mereka adalah sosok perempuan.
Faktanya, belis ternyata diberikan oleh pihak laki-laki kepada wanita NTT. Hal tersebut dilakukan juga oleh kaum perempuan yang memberi hadiah kepada para laki-laki. Tapi, belis yang diberikan oleh kaum perempuan, jauh lebih murah dibandingkan mahar dari kaum laki-laki.
Benda Apa yang Digunakan untuk Belis
Di NTT, bentuk benda yang digunakan untuk belis pun cukup beragam. Kita ambil contoh misalnya Alor. Di Alor, benda yang digunakan biasanya disebut dengan Moko, dan Maumere. Maumere adalah belis yang dibuat dari gading gajah. Sementara itu, di Sumba disebut juga dengan istilah Mamoli.
Para lelaki kebanyakan akan memberi para wanitabelis berupa barang-barang maskulin. Barang-barang tersebut adalah barang yang pemeliharaannya wajib dilakukan oleh para laki-laki. Misalnya seperti jenis hewan kerbau atau kuda, dan senjata perang, seperti parang dan tombak.
Belis tidak hanya terdiri dari barang- barang maskulin. Belis untuk wanitapun berupa perhiasan yang disebut mamoli. Mamoli merupakan gambaran yang bermakna simbol atau rahim wanita. Penyerahan mamoli pun merupakan sebuah simbol pelepasan wanita yang akan dibawa pergi oleh laki-laki.
Lalu, belis yang diberikan dari pihak wanitakepada pihak laki-laki adalah jenis hewan. Umumnya yang mereka pilih adalah jenis hewan feminim seperti babi. Kenapa babi dianggap hewan feminim di sana? Karena babi banyak dipelihara oleh kaum perempuan. Selain hewan, tidak lupa juga mereka memberikan kain tenun yang mereka buat sendiri kepada laki-laki.
Fakta Wanita NTT Harus Bisa Menenun Sebelum Menikah
Selain mahar yang unik, di NTT wanita harus bisa menenun kain sebelum menikah. Hal ini dilakukan demi melestarikan budaya peninggalan leluhur. Pada awal bulan Maret, 2019, Gubernur Nusa Tenggara Timur, Viktor Bungtilu mendukung upaya pelestarian kain tenun. Beliau akan membuat aturan baru yang bisa mendongkrak minat perempuan lokal untuk menenun.
NTT saat ini tengah mengalami permasalahan jumlah penenun yang hampir punah. Karena, hanya ibu-ibu yang sudah termakan usialah yang masih menenun. Sedangkan, wanita mudanya terbilang buta pada keterampilan tersebut.
Menurut gubernur NTT, zaman dulu perempuan di NTTbaru boleh menikah jika sudah pandai menenun. Sementara pria, harus bisa membuat kebun dan menghasilkan panen yang memadai. Itulah persyaratan menikah di NTT pada zaman dulu.
Kain tenun NTT yang terkenal hingga ke berbagai daerah, kini dibuat oleh para penenun yang terbatas. Produksinya juga hanya dilakukan oleh beberapa sanggar saja. Maka dari itu, Viktor rencananya akan membuat Perda wajib menenun untuk para perempuan sebelum melangsungkan pernikahan.
Seiring dengan rencana Perda tersebut, Viktor pun akan mulai membuat muatan lokal pelajaran menenun di sejumlah sekolah kejuruan.
Fakta: Wanita NTT Masih Mengandalkan Menenun Sebagai Penghasilan
Meski jumlah penenun yang tidak sebanyak dulu. Faktanya wanita di NTT masih mengandalkan hasil tenun mereka untuk pendapatan sehari-hari. Hasil tenun biasanya digunakan untuk biaya pendidikan. Dilansir dari media berita terkemuka, seorang penenun bernama Enda menuturkan, ia bisa mendapatkan penghasilan sebesar Rp250.000 per lembarnya.
Kain tenun jenis sarung yang berukuran lebih dari 1,5 meter bisa dihargai dengan harga yang cukup tinggi, yaitu sekitar Rp1.000.000 – Rp1.500.000.
Pada zaman dulu, para perempuan di Nusa Tenggara Timur menenun kain sepulang mereka sekolah dan setelah makan siang. Tenun bisa dikatakan sebagai penggerak ekonomi keluarga di Nusa Tenggara Timur. Itulah salah satu alasan kenapa Gubernur NTT ingin mengembangkannya kembali.
Perempuan Penenun NTT yang Mendunia
Di Nusa Tenggara Timur, perempuan selalu identik dengan dapur dan tenun. Keduanya menjadi suatu hal yang membudaya sejak zaman kerajaan dulu. Keduanya menjadi tolak ukur kedewasaan perempuan di NTT. Perempuan baru bisa dikatakan sudah dewasa jika sudah bisa memasak dan menenun.
Dari tangan-tangan perempuan NTT lahir berbagai jenis makanan lezat seperti jagung katemak, jagung bose, dan masih banyak lainnya. Begitu juga dengan karya tenunan asli khas NTT yang bermotif elegan dan unik.
Fakta lain membuktikan bahwa pengkerdilan terhadap perempuan di NTT masih selalu menggunakan kata “Dapur dan Tenun”. Kata-kata tersebut menempatkan kaum perempuan menjadi nomor dua di NTT. Di NTT istilah “Dapur dan Tenun” masih kalah kelas dibandingkan dengan berkebun, melaut, menyadap nila, dan beberapa jenis profesi lainnya.
Saat ini, istilah pengkerdilan tersebut ternyata salah besar. Dari tangan-tangan perempuan penenun NTT, Indonesia bisa bangga akan hasil kain tenunnya. Tangan-tangan tekun mereka kini tidak hanya diakui oleh lokal saja, namun internasional. Saat ini, kemampuan menenun mereka sudah mendunia. Dunia kini telah mengakui hasil karya penenun yang luar biasa.
Hasil tenun perempuan NTT bahkan disejajarkan dengan kain keluaran Eropa. Hal ini terbukti atas kehadiran tenunan Nusa Tenggara Timur di acara Culture Fashion Show New York 2017. Tidak hanya sampai di situ, bahkan kualitas tenunan karya NTT berhasil dipertunjukkan di Paris Fashion Week 2018. Hal tersebut merupakan bukti pengakuan dunia terhadap tingginya kualitas intelektual para perempuan penenun di Indonesia, khususnya NTT.
Keterampilan penenun di NTT kebanyakan hasil autodidak. Mereka melakukannya tanpa sekolah. Menjadi penenun adalah kemampuan yang diwariskan secara turun-temurun. Mereka mampu menemukan jenis benang, pewarna alami, motif, yang sudah ada sejak dulu dan masih bertahan hingga saat ini.
Hasil tenun NTT yang berhasil go internasional adalah bukti bahwa perempuan NTT begitu luar biasa. Istilah “Dapur dan Tenun” yang dulu dianggap pengkerdilan kini hanya sebatas omong kosong. Karena buktinya, hasil tenun karya perempuan NTT dihargai dan berhasil dipertunjukkan di ajang fashion show terkemuka.
Nah, itulah berbagai tradisi, kebiasaan, dan bakat terpendam dari wanita NTT. Nusa Tenggara Timur memiliki adat budaya yang begitu kaya dan beragam. Kini, NTT pun menjadi sorotan masyarakat dunia atas prestasi penenunnya.