Mengenal Kebiasaan dan Adat Istiadat Suku Asmat dari Papua

adat istiadat suku asmat

Suku Asmat adalah orang Melanesia, atau Papua, yang tinggal di provinsi Papua di Indonesia yang menempati sebagian besar bagian barat pulau Papua. Mereka dikenal luas karena kualitas pahatan kayunya, dan mereka juga terkenal karena praktik tradisional pengayauan dan kanibalisme. Suku Asmat juga dikenal karena adat istiadatnya yang sangat unik. Untuk itu artikel kali ini akan mengajak para pembaca untuk mengenal lebih dalam kebiasaan dan adat istiadat suku Asmat.

Mari Mengenal Kebiasaan Dan Adat Istiadat Suku Asmat

Adat Istiadat Suku Asmat
Gambar oleh Myron Asso dari Pixabay

1. Kehidupan Sehari-hari

Cara hidup suku Asmat bisa dibilang semi nomaden, dimana mereka sangat bergantung pada kondisi sungai yang menjadi satu-satunya sumber makanan dan alat transportasi mereka. Suku Asmat hidup dari sag yang notabene merupakan makanan pokok mereka, serta kerang, siput, dan larva serangga gemuk yang dikumpulkan dari tunggul pohon sagu yang membusuk. Adat istiadat suku Asmat juga ada yang sedikit aneh dimana beberapa pria Asmat saling menyapa dengan saling berpelukan dengan tangan kiri dan saling meremas testis dengan tangan kanan.

Warga suku Asmat secara tradisional melakukan praktik pembunuhan bayi, ritual pertukaran istri, dan adopsi anak dan janda. Seorang pria Asmat membunuh seorang misionaris karena berusaha menahannya agar menyekolahkan anak-anaknya. Asmat terkadang menggunakan tengkorak untuk bantal. Tengkorak kerabat dapat langsung dibedakan dari tengkorak musuh karena tengkorak kerabat biasanya dihiasi dengan biji dan cangkang berwarna

2. Pernikahan

Pernikahan biasanya diatur oleh orang tua, dengan kekayaan dan prestise lebih diutamakan daripada cinta. Seorang Asmat biasanya melibatkan pembayaran pengantin dengan cicilan secara tradisional dalam bentuk batu, kapak, bulu burung cendrawasih dan cangkang triton. Poligami terkadang dipraktekkan di antara orang-orang berstatus tinggi yang mampu, meskipun ada tekanan dari gereja Kristen untuk menghentikan praktik tersebut.

Jika seorang gadis menolak untuk menikah dengan anak laki-laki yang dipilih untuknya, orang tuanya terkadang memukulinya sampai dia berubah pikiran. Hanya pada kesempatan langka pasangan bisa kawin lari. Selama upacara pernikahan itu sendiri, ibu mempelai wanita meratap karena kehilangan putrinya dan mempelai laki-laki membuat gerakan simbolis untuk kebebasan. Tidak ada ritual untuk bercerai, seorang wanita akan kembali ke unitnya jika bercerai.

3. Rumah Suku Asmat

Suku Asmat tinggal di desa-desa dengan jumlah penduduk yang bervariasi dari 35 hingga 2.000 jiwa. Rumah-rumah di kawasan pantai umumnya masih dibangun di atas tiang-tiang setinggi dua meter atau lebih, untuk melindungi warga dari banjir. Pada kaki bukit Pegunungan Jayawijaya, Asmat tinggal di rumah pohon yang tingginya lima hingga 25 meter dari permukaan tanah. Pada beberapa daerah, mereka juga membangun menara pengawas arboreal setinggi 30 meter.

Dulu, seluruh keluarga suku tinggal bersama di satu rumah yang panjangnya mencapai 28 meter yang disebut Yeus. Yeu masih digunakan sampai sekarang, tetapi hanya ditempati oleh laki-laki untuk ritual di mana laki-laki yang belum menikah tidur. Wilayah hulu suku Asmat masih tinggal di rumah panjang. Rumah sepanjang 10 hingga 20 meter yang digunakan saat ini memiliki sebanyak 16 unit keluarga, masing-masing dengan perapiannya sendiri.

Baca juga: 4 Bulanan Adat Jawa

4. Makanan

Suku Asmat pada dasarnya adalah pemburu dan penjelajah yang hidup dengan mengumpulkan dan mengolah ampas dari pohon sagu, menemukan belatung, dan sesekali berburu babi hutan, kasuari, atau buaya. Meskipun populasi Asmat terus meningkat sejak berhubungan dengan misionaris dan petugas kesehatan pemerintah, hutan terus menghasilkan pasokan yang cukup dan beragam makanan. Suku Asmat juga memakan biawak, kadal kecil, babi hutan, kanguru pohon, plankton kukus daun, dan kerang yang dikumpulkan dari lumpur saat air surut.

Makanan favorit suku Asmat adalah belatung sagu, larva putih lembut dari kumbang Capricorn yang sangat besar. Larva seukuran ibu jari dibesarkan seperti hewan peliharaan di sarang lebah dari batang pohon sagu yang berlubang dan diunggulkan dengan kumbang Capricorn yang sedang hamil. Untuk melakukan ini, pohon palem saga ditebang dan dilubangi. Kumbang masuk ke dalam lubang dan bertelur. Setelah sekitar enam minggu, belatung dipanen dan dipanggang di atas api terbuka pada sepotong bambu.

5. Budaya

Seni, sastra, dan musik Asmat sangat erat kaitannya dengan ritual dan upacara. Banyak pesta ritual menampilkan pembacaan puisi epik yang dinyanyikan yang terkadang berlangsung selama beberapa hari. Mereka sering kali tentang pahlawan kehidupan legendaris, mitos, atau nyata. Adat istiadat suku Asmat ini sudah diturunkan dari generasi ke generasi selama ratusan tahun.

Saat pesta topeng Asmat, seorang pria berkostum aneh dengan kepala kerucut rotan dan pita telapak tangan menyembur keluar dari hutan saat fajar untuk mengejar anak-anak. Saat pesta topeng Asmat, seorang pria berkostum aneh dengan kepala kerucut rotan dan pita telapak tangan menyembur keluar dari hutan saat fajar untuk mengejar anak-anak.Gendang secara tradisional terbuat dari kulit kadal yang diikatkan pada batang kayu berlubang dengan lem yang terbuat dari darah manusia.

6. Seni Ukir

Asmat adalah pemahat kayu yang terampil dan ukirannya banyak dicari oleh para kolektor di seluruh dunia. Bagi orang Asmat, seni ukir kayu terkait erat dengan dunia roh, dan oleh karena itu, tidak serta merta dianggap sebagai kerajinan yang estetis. Adat istiadat suku Asmat dalam mengukir tidak bisa disepelekan. Banyak dari seni Asmat yang sangat orisinal adalah simbol peperangan, pengayauan, dan pemujaan leluhur-prajurit. Banyak dari mahakarya ini yang saat ini dipamerkan di museum.

Asmat saat ini memiliki tradisi kuat mengukir patung figural dari kayu. Tokoh-tokoh yang merepresentasikan leluhur ini secara tradisional dipajang di dalam rumah upacara laki-laki. Meskipun patung-patung ini memperingati individu tertentu yang telah meninggal, mereka bukanlah potret langsung, dan memiliki ciri-ciri umum dan tipe tubuh yang serupa. Pose umum untuk tokoh-tokoh leluhur ini adalah posisi siku-ke-lutut, yang diyakini sebagai pose yang sama yang dilakukan semua manusia saat lahir dan sekali lagi saat kematian.

7. Agama

Banyak orang Asmat yang memeluk agama Kristen, meski banyak yang tetap menganut agama nenek moyang mereka. Misalnya, banyak yang percaya bahwa semua kematian terjadi melalui tindakan kejahatan, baik dengan sihir atau kekuatan fisik yang sebenarnya. Suku Asmat secara tradisional adalah penganut animisme yang percaya pada dewa roh yang tinggal di pohon, sungai atau benda-benda alam atau roh leluhur yang telah meninggal.

Tujuan agama adalah untuk mewujudkan harmoni dan keseimbangan dengan kosmos. Ini dicapai melalui berbagai ritual dan praktik yang terjalin dengan kehidupan sehari-hari yang secara tradisional mencakup hal-hal seperti mengukir kayu, peperangan, dan pengayauan. Roh nenek moyang dipercaya menjadi penyebab banyak penyakit dan beberapa ritual dimaksudkan untuk menenangkan mereka.

Nah, itulah tadi sedikit penjelasan mengenai kebiasaan dan adat istiadat suku Asmat. Meskipun kerap disebut-sebut sebagai suku kanibal, nyatanya suku Asmat memiliki banyak kebudayaan serta istiadat yang menarik perhatian dunia. Hal ini tidak bisa lepas dari julukan suku Asmat yang disebut sebagai reinkarnasi dari dewa.

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

ten − 9 =

Scroll to Top